Sabtu, 11 Juni 2011

surat-surat untuk sahabat

Dahulu,

Kalau kita kemudian ditanya dari mana awalnya, mungkin jawaban yang sekenanya ini yang kemudian memulai serangkaian jawaban atas kita. Yah, Kita.

Lalu KITA ini apa?

Sekali-kali aku ingin mengurai jawaban atas hubungan kita. Empat aksara yang kemudian jejaknya tak dapat kuurai ringkas dan jelas. Sekali waktu, lalu kali ini kukatakan padamu, Dahulu kita Teman. Sangat mesra, bukan?

Dahulu, Kita, Teman, dan sekarang...?

Aku menahan napas, mengintip ke masa lalu, menyusuri jejak keduluan kita.

Kenangan yang me nua kah?

Gema itu memantul dalam kesejatian akan kesadaran absolut bahwasanya banyak keadaan yang berubah. Aku, Kamu, Kita. Bukankah yang tak berubah hanya perubahan itu sendiri,eh?

Ruang memoriku dipenuhi oleh kicau kacau lintasan berseliweran antara kita.

Pagi yang penuh gosip dibawah pohon, cerita siang mengisi perut yang sudah keroncongan, kelucuan penuh penggodaan, pertengkaran yang sesekali mengukir keharuan, malam minggu dengan roda-roda ban yang entah sudah berapa lama tahu kita saling mengikut, hari-hari liburan penuh petualangan...bermacam karakter kepolosan masih hadir dengan esensi kenaifannya sendiri.

Kita mewarnai perjalanan kita, begitulah kiranya.

Tetapi sekarang, masa depan kemudian menghadirkan sebuah eksekusi nyata perjalanan kita. Itu membuat saya pribadi galau. Sejuta mengapa menyapa setinggi himalaya. Aku bisa apa?

Keutuhan hilang karna tanpa satu dari kita akhirnya tetap berasa biasa saja.

Kita bak anak-anak batu yang diasuh debu kemarau dan hujan yang ria, kelak kemudian berhambur menjadi pasir yang hilang sebutir, tak lagi melengkapi. Mungkin begitu kiranya. Entah.

Bangku sekolah ku mungkin akan kusam, bahkan boleh jadi tergantikan. Tetapi memori kedewasaanku utuh merekam tentangmu, tentang kita. Barangkali bahkan tak perlu sekolah kalau akhirnya menghilangkan segala kenaifan kita. Kita tak perlu sekolah untuk pandai berbohong, mendusta, mencemooh, berkata kasar dan atau seribu satu yang kemudian kita sama-sama sebut Dewasa.

Aku tahu yang terjadi, semua takkan sama lagi seperti dulunya yang terekam sepenuh makna. Kenangan tidak dapat menyulih arah, tetapi masa depan akan selamanya dapat kembali berkaca pada memori.

Izinkan aku dapat mempercayai bahwasanya Aku rindu jiwa-jiwa kenaifan diri kita yang sejenak hilang.

Percayalah, Aku sekali waktu akan merindukan kamu yang dulu

Kini hingga nanti, kawan.

Entah.

Tidak ada komentar: