Rabu, 25 Juni 2008
sebuah kelahiran bernama kebahagiaan
Senin, 23 Juni 2008
mencatat cacat dengan cat yang tak lagi pucat
untuk Supriadi
Minggu, 22 Juni 2008
Bank Budi, jejaring pembayaran dimuka
Jumat, 20 Juni 2008
shirayuki
Senin, 16 Juni 2008
the world of study that i know
Melalui percakapan dengan seorang teman saya yang berprofesi sebagai seorang dosen muda Dia turut mengungkapkan berbagai permasalahan kompleks yang kronis, in serious condition di wilayah kampus tempatnya mengajar.Kualitas pendidikan tidak lagi dicorongkan sebagai murni khazanah ilmu tetapi lebih sebagai 'profesi yang menghasilkan'.
Seorang mahasiswa mengeluhkan bagaimana dosennya yang mengikuti kegiatan MLM turut berjualan dengan menyangkutpautkan pelajaran yang diajarkannya dengan jualannya.Berikut celotehan yang dilontarkannya kawan saya itu melalui chat ym :
"katanya ada tugas mau dikasih terus disuruh datang ke jalan apa gitu.Apa yg terjadi disana mereka disuruh dengar seminar MLM XXX ampe jam 12 malem, banyak mahasiswa yg nggak tahan lari pulang.Tahu apa yang dia buat?Absennya disilangin 2 kali.Ada yg memberanikan diri bertanya mau pulang terus dia bilang ini blum selese abis itu baru dia kasi tugas."
Bagian-bagian dari pengalaman pribadi saya selama masa-masa mengecap bangku pendidikan hampir sama baku-nya dengan pengalaman sebagian siswa/mahasiswa/i yang tunduk patuh menjadi budak dari nilai,angka yang terumus dalam ijazah ataupun laporan pendidikan lainnya.
Ironis ketika pendidik dan terdidik akhirnya menempatkan diri dan menandai wilayahnya masing-masing dengan cara yang berbeda.Dengan satu dan lain hal siswa menempatkan dirinya kadang sebagai pemberontak sedangkan pendidik sendiri berdiri dibawah bayang abu-abu yang takkan dapat disentuh.
Pemberontakan dalam menunjukkan jati diri, to fight akhirnya diterjemahkan salah oleh seseorang, sekelompok ataupun segelintir individu.Ambil contoh bagaimana mahasiswa/i kita mengecat dunia pendidikan kita dengan label DEMONSTRASI.Segala hal yang terjadi di negeri kita ini jujur saja tampak harus dipertanggung jawabkan lebih kepada mahasiswa/i daripada elite negara.Fiuh,Miris dan itulah yang terjadi ketika dunia pendidikan kita akhirnya diwarnai oleh berbagai warna pada wajahnya menampilkan topeng-topeng yang sebagian besar termarjin dipenuhi kecacatan.
Dan pada akhirnya ketika aku bertanya apa saja syarat menjadi pendidik kepada kawanku yang dosen tadi berikut ini jawaban yang dicetuskannya : "kamu harus benar2 jujur, punya kemampuan untuk belajar dan mengajar....kerelaan untuk berbagi sama org ilmu yg kamu punya..bukan dgn cara2 rendahan."
Titik temu dari semua jawabannya tadi akhirnya merumuskan bagaimana obat yang kira-kira diperlukan oleh dunia pendidikan kita ini, Kejujuran dan Kerelaan yang bermuara pada kesimpulan Tulus Mencintai.
Hubungannya?
Ya.Dunia pendidikan kita butuh individu-individu yang punya ketulusan untuk mencintai ilmu sebagai sesuatu yang murni, tanpa motivasi apapun juga.Individu yang belajar mencintai ilmu seperti seorang anak kecil yang selalu dihantui rasa ingin tahu.Dan mungkin saja topeng ini akan dilakonkan dengan baik ketika seorang pendidik ataupun terdidik mulai berani berkata dengan polosnya Siapalah saya untuk menilai kamu?
Jujur mengakui dan tulus mencinta, eh?
Selasa, 10 Juni 2008
180 degree's
Ketika merujuk pada angka yang memiliki asosiasi tautan makna derajat, bengkokan, perubahan besar laiknya busur panah yang ditarik melengkung, itulah yang beberapa waktu yang lalu diutarakan sahabatku. Pemikirannya bahwasanya ada yang tidak dia kenal dari diriku, changes.
Peringatannya itu secara otomatis langsung memaku alam bawah sadarku pada sebuah lagu yang berkesan punya ketukan yang sama dengan pernyataannya. Liriknya dinyanyikan seperti ini : "kaki dikepala, kepala di kaki..."
Aku kemudian bercermin dan menatap bayangan diri yang jauh sejenak persis sama seperti Aku di hari-hari sebelumnya. Dan apakah yang berubah? Mengamati dengan lebih seksama lagi dan lagi.... dan dengan keras kepala berkata, masih sama tak ada yang berubah. Bahkan melalui meditasi hening sejenak dengan musik melantun ditelinga jua tak menemukan apa yang berbeda.
Dengan bersegera mencari topik alasan membenarkan diri bahwasanya memang tidak ada yang berubah, apalagi bila dikatakan berubahnya sampai pada derajat ke-180. Gelisah, bingung dan mencari sampai ke akar perubahan, tetapi bukankah ada pepatah "balok di depan mata sulit dilihat, tetapi gajah di seberang sana dijangkau lihat jua"
Mungkin sedetik lalu berubah?semenit lalu?berbulan?setahun?bertahun-tahun?
entahlah....
Tidak menang atau kalah dalam pertaruhan dengan kata-kata teman saya itu, hanya tak tahu, gelisah mengikut sejenak dan kemudian mencorat-coret kertas secara serampangan dengan objek angka 180 berulang-ulang.
Apa yang kutemukan memang impulsif ditemukan secara nalar, tetapi akhirnya kutemukan secara tak sengaja saja ketika kulakukan ritual corat-coret tadi. Coba bayangkan atau lakukan apa yang kutemukan waktu itu. Ambillah kertas dan tuliskan angka 180 tadi, kemudian balik angka itu ke derajat 180.
Yup. Inilah hasilnya bilangan 180 tadi menjadi terefleksi ke angka 081. Merefleksi? yah akan seperti begitu juga perubahan, tidak statis tapi juga tidak pernah benar-benar liquid. Sadar ataukah tidak perubahan yang bergerak seperti air punya sifat yang terpaku seperti bilangan-bilangan 1,8 ataupun 0 yang juga ketika dibalik setengah putaran akan kembali ke asal.
Dan ketika kawanku tadi berkata aku "berubah", maka mungkin yang dimaksudkannya adalah titik dimana aku kembali ke asal atau kembali terefleksi, seperti bayangan cermin. Hanya butuh penyesuaian untuk mengenali dualitas ataukah multi "Aku" itu. Semoga saja demikian.
Kamis, 05 Juni 2008
dan sayangnya benar cinta
bahkan walau seringkali pikir membiasakan diri berkata tidak benar, hati berdetak yakin apa adanya.
sayangnya benar cinta,