Engkau melangkah keluar dari mobilku, memunggungiku dan kali ini lebih banyak Air mata lagi di garis matamu. Air mata kebahagiaan, mungkin?Lewat tengah malam ketika roda mobilku kembali berputar mendarat menggilas aspal, menyatakan seberapa banyak waktu yang telah Kita lewati bersama. Tapi kali ini Aku bersendirian.Udara dingin dan sepi diluar. Lagu “Home” milik Michael Buble kuputar sambil mendendangkan lirik-liriknya bersendirian, feeling the same way like Buble. Maybe surrounded by a million people, I still feel all alone, I just wanna go home. I miss you, you know. I feel like I’m living someone else’s life. Another aeroplane, another sunny place, I’m lucky I know, but I just wanna go home. Let me go home. I’m just too far from where you are. I wanna come home. Go home dan melegakan. Seperti melakukan tradisi Fang shen dalam tradisi Buddhis, yang ada hanya tak memiliki tetapi bahagia.Jemari tanganku menggengam erat bercinta dengan kemudi setir mobilku, tapi kali ini tak ada keringat, hanya air mata yang setetes mengaliri pelupuk mataku, kuseka dengan jemariku, dan tanganku kembali basah. Oooops...Rabu, 25 Juni 2008
sebuah kelahiran bernama kebahagiaan
Engkau melangkah keluar dari mobilku, memunggungiku dan kali ini lebih banyak Air mata lagi di garis matamu. Air mata kebahagiaan, mungkin?Lewat tengah malam ketika roda mobilku kembali berputar mendarat menggilas aspal, menyatakan seberapa banyak waktu yang telah Kita lewati bersama. Tapi kali ini Aku bersendirian.Udara dingin dan sepi diluar. Lagu “Home” milik Michael Buble kuputar sambil mendendangkan lirik-liriknya bersendirian, feeling the same way like Buble. Maybe surrounded by a million people, I still feel all alone, I just wanna go home. I miss you, you know. I feel like I’m living someone else’s life. Another aeroplane, another sunny place, I’m lucky I know, but I just wanna go home. Let me go home. I’m just too far from where you are. I wanna come home. Go home dan melegakan. Seperti melakukan tradisi Fang shen dalam tradisi Buddhis, yang ada hanya tak memiliki tetapi bahagia.Jemari tanganku menggengam erat bercinta dengan kemudi setir mobilku, tapi kali ini tak ada keringat, hanya air mata yang setetes mengaliri pelupuk mataku, kuseka dengan jemariku, dan tanganku kembali basah. Oooops...Senin, 23 Juni 2008
mencatat cacat dengan cat yang tak lagi pucat
jarak dekat, kekurangan-kekurangan Keller dapat teratasi. Ia dengan sangat mudah menangkap pelajaran yang diberikan, dan perkembangan kemajuan Keller yang sangat luar biasa menjadi buah bibir masyarakat. Ia dikenal sebagai penemu huruf Braille, metode membaca untuk orang buta. Hellen Keller adalah satu contoh konkrit anak cacat yang berbakat (handicapped gifted).Helen Keller bukan satu-satunya orang yang mengalami kekagetan luar biasa saat mengalami kelumpuhan. Kisah yang sama turut menimpa Ludwig Van Beethoven, tokoh musik dan komponis jenius paling berpengaruh yang sukses merangkai sonata-simfoninya dengan komposisi instrumen.Dibalik semua kesuksesannya dalam bermusik, Beethoven ternyata harus berjuang dengan penyakit pada pendengarannya yang mulai mengganggu dan pada tahun 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya, yang membuatnya harus melepaskan karirnya sebagai pianis. Saat itulah ia meninggalkan Wina dan lebih banyak mengurung diri. Pada periode ini, Beethoven berhasil mencipta sebagian karya-karyanya yang terbesar.
Kisah patriotis kecacatan juga turut ditorehkan dari Tanah Air, Indonesia. Ratna Indraswari Ibrahim menuturkan cerita tentang dirinya dalam blog-nya dengan menyatakan demikian: "Saya mulai mengalami cacat tubuh pada usia sekitar 13 tahun, tapi prosesnya sejak saya berumur 10 tahun.” Tegasnya. Lebih lanjut Mbak Ratna menceritakan bahwa cacat tubuh yang menimpanya disebabkan oleh penyakit rachitis (radang tulang).Maka tak heranlah, apabila Mbak Ratna punya foto dirinya ketika kondisi tubuhnya masih normal. Foto itu dipasang di kamarnya. Bahkan ada beberapa teman yang bercerita, ketika Mbak Ratna masih kecil dan tubuhnya belum cacat, punya hobi memanjat pohon seperti anak laki-laki. Ia anak yang amat dinamis. Nyatanya, Dia dapat menorehkan proses kreatifnya dalam mencipta ratusan cerpen dan buku dari atas kursi roda.Merekam sejarah dan mencatatnya dari perspektif contoh ketiga tokoh tersebut membuat Aku berpikir bahwasanya ini bukan lagi tentang keterbatasan yang dikoar-koarkan atau malah digunakan sebagai senjata menarik simpati.Ini tentang karya. Ini tentang pengalaman. Ini tentang kesederhanaan, penerimaan diri yang menyeluruh dan apa adanya. Ini tentang Hidup dan cara memaknainya.Barangkali ini tentang semua catatan kecil yang akan Kita torehkan.Catatan selama nafas masih dikehendaki menggelayut didada. Catatan pada siapa kita akan menceriterakan tentang diri kita di dunia. Mengenang kata bijak Eleanor Roosevelt : "Masa depan hanyalah milik orang-orang yang percaya pada keindahan mimpi-mimpi mereka."Pada saat menulis blog ini Aku tidak hanya mencatat tetapi bermaksud menyebarkan catatan ini sebagai deskriptif dengan satu tujuan semata, yaitu menjadikan indah mimpi-mimpi buruk 'kecacatan', menjadikan kecacatan tak lagi gambaran pucat semata yang mengerus hidup tetapi pukulan telak bagi kita semua yang dianugerahi ke'normalan' raga.Sebagai penutup izinkan saya mengutip kata-kata Si Buta Helen Keller sebagai permenungan kita semua, berikut :"Pabila Anda selalu menghadap ke matahari maka anda pun tidak akan melihat bayangan."
untuk Supriadi
Minggu, 22 Juni 2008
Bank Budi, jejaring pembayaran dimuka
Terpaku pada imbalan Investasi yang mungkin ada, itu pula yang mendorong Aku mau tak mau teringat pada Bunda Teresa, contoh konkret realitas Bank Budi. Bunda Teresa mungkin hanya segelintir orang yang memaknai dan sekaligus merupakan perwujudan nyata Bank Budi dalam kehidupan modern ini. Sedikit orang yang mengamalkan Bank Budi tanpa berpikir imbalan investasi tadi, tetapi lebih memaknainya sebagai 'sesuatu yang dilakukan dengan niat tulus'.Oase sederhana dari Bank Budi dalam hidup yang tidak harus melulu mengenai investasi, tetapi mengenai kedalaman makna dan pemahaman, investasi yang punya nilai lebih besar barangkali hanya Rasa Puas dan Rasa Bahagia.Dan untuk Andreas R.K, rekan kerja dan sahabat yang ngefans utamanya pada gadis tua keriput bernama Teresa kuposting blog ini. See you....Jumat, 20 Juni 2008
shirayuki
syair di atas sekilas tak tampak. Tapi izinkan saya menelusur benang merahnya dengan beberapa kalimat singkat.Shirayuki dengan makna putih salju, mungkin akan selalu berbeda dengan warna putih dalam segala bentuk transformasinya, tapi ketika digandengkan diantara warna-warni di alam semesta sepertinya tetap saja akan 'bersahabat' dan oleh karenanya masih akan digolongkan pada golongan warna Putih.Persahabatan laiknya warna, walau terpecah dan terabsorbsi dalam segala bentuk transformasi dan ruang yang walau selalu berbeda akan ada satu asal, PERTEMUAN KEMBALI.Senin, 16 Juni 2008
the world of study that i know
Melalui percakapan dengan seorang teman saya yang berprofesi sebagai seorang dosen muda Dia turut mengungkapkan berbagai permasalahan kompleks yang kronis, in serious condition di wilayah kampus tempatnya mengajar.Kualitas pendidikan tidak lagi dicorongkan sebagai murni khazanah ilmu tetapi lebih sebagai 'profesi yang menghasilkan'.
Seorang mahasiswa mengeluhkan bagaimana dosennya yang mengikuti kegiatan MLM turut berjualan dengan menyangkutpautkan pelajaran yang diajarkannya dengan jualannya.Berikut celotehan yang dilontarkannya kawan saya itu melalui chat ym :
"katanya ada tugas mau dikasih terus disuruh datang ke jalan apa gitu.Apa yg terjadi disana mereka disuruh dengar seminar MLM XXX ampe jam 12 malem, banyak mahasiswa yg nggak tahan lari pulang.Tahu apa yang dia buat?Absennya disilangin 2 kali.Ada yg memberanikan diri bertanya mau pulang terus dia bilang ini blum selese abis itu baru dia kasi tugas."
Bagian-bagian dari pengalaman pribadi saya selama masa-masa mengecap bangku pendidikan hampir sama baku-nya dengan pengalaman sebagian siswa/mahasiswa/i yang tunduk patuh menjadi budak dari nilai,angka yang terumus dalam ijazah ataupun laporan pendidikan lainnya.
Ironis ketika pendidik dan terdidik akhirnya menempatkan diri dan menandai wilayahnya masing-masing dengan cara yang berbeda.Dengan satu dan lain hal siswa menempatkan dirinya kadang sebagai pemberontak sedangkan pendidik sendiri berdiri dibawah bayang abu-abu yang takkan dapat disentuh.
Pemberontakan dalam menunjukkan jati diri, to fight akhirnya diterjemahkan salah oleh seseorang, sekelompok ataupun segelintir individu.Ambil contoh bagaimana mahasiswa/i kita mengecat dunia pendidikan kita dengan label DEMONSTRASI.Segala hal yang terjadi di negeri kita ini jujur saja tampak harus dipertanggung jawabkan lebih kepada mahasiswa/i daripada elite negara.Fiuh,Miris dan itulah yang terjadi ketika dunia pendidikan kita akhirnya diwarnai oleh berbagai warna pada wajahnya menampilkan topeng-topeng yang sebagian besar termarjin dipenuhi kecacatan.
Dan pada akhirnya ketika aku bertanya apa saja syarat menjadi pendidik kepada kawanku yang dosen tadi berikut ini jawaban yang dicetuskannya : "kamu harus benar2 jujur, punya kemampuan untuk belajar dan mengajar....kerelaan untuk berbagi sama org ilmu yg kamu punya..bukan dgn cara2 rendahan."
Titik temu dari semua jawabannya tadi akhirnya merumuskan bagaimana obat yang kira-kira diperlukan oleh dunia pendidikan kita ini, Kejujuran dan Kerelaan yang bermuara pada kesimpulan Tulus Mencintai.
Hubungannya?
Ya.Dunia pendidikan kita butuh individu-individu yang punya ketulusan untuk mencintai ilmu sebagai sesuatu yang murni, tanpa motivasi apapun juga.Individu yang belajar mencintai ilmu seperti seorang anak kecil yang selalu dihantui rasa ingin tahu.Dan mungkin saja topeng ini akan dilakonkan dengan baik ketika seorang pendidik ataupun terdidik mulai berani berkata dengan polosnya Siapalah saya untuk menilai kamu?
Jujur mengakui dan tulus mencinta, eh?
Selasa, 10 Juni 2008
180 degree's
Ketika merujuk pada angka yang memiliki asosiasi tautan makna derajat, bengkokan, perubahan besar laiknya busur panah yang ditarik melengkung, itulah yang beberapa waktu yang lalu diutarakan sahabatku. Pemikirannya bahwasanya ada yang tidak dia kenal dari diriku, changes.
Peringatannya itu secara otomatis langsung memaku alam bawah sadarku pada sebuah lagu yang berkesan punya ketukan yang sama dengan pernyataannya. Liriknya dinyanyikan seperti ini : "kaki dikepala, kepala di kaki..."
Aku kemudian bercermin dan menatap bayangan diri yang jauh sejenak persis sama seperti Aku di hari-hari sebelumnya. Dan apakah yang berubah? Mengamati dengan lebih seksama lagi dan lagi.... dan dengan keras kepala berkata, masih sama tak ada yang berubah. Bahkan melalui meditasi hening sejenak dengan musik melantun ditelinga jua tak menemukan apa yang berbeda.
Dengan bersegera mencari topik alasan membenarkan diri bahwasanya memang tidak ada yang berubah, apalagi bila dikatakan berubahnya sampai pada derajat ke-180. Gelisah, bingung dan mencari sampai ke akar perubahan, tetapi bukankah ada pepatah "balok di depan mata sulit dilihat, tetapi gajah di seberang sana dijangkau lihat jua"Mungkin sedetik lalu berubah?semenit lalu?berbulan?setahun?bertahun-tahun?
entahlah....
Tidak menang atau kalah dalam pertaruhan dengan kata-kata teman saya itu, hanya tak tahu, gelisah mengikut sejenak dan kemudian mencorat-coret kertas secara serampangan dengan objek angka 180 berulang-ulang.
Apa yang kutemukan memang impulsif ditemukan secara nalar, tetapi akhirnya kutemukan secara tak sengaja saja ketika kulakukan ritual corat-coret tadi. Coba bayangkan atau lakukan apa yang kutemukan waktu itu. Ambillah kertas dan tuliskan angka 180 tadi, kemudian balik angka itu ke derajat 180.

Yup. Inilah hasilnya bilangan 180 tadi menjadi terefleksi ke angka 081. Merefleksi? yah akan seperti begitu juga perubahan, tidak statis tapi juga tidak pernah benar-benar liquid. Sadar ataukah tidak perubahan yang bergerak seperti air punya sifat yang terpaku seperti bilangan-bilangan 1,8 ataupun 0 yang juga ketika dibalik setengah putaran akan kembali ke asal.
Dan ketika kawanku tadi berkata aku "berubah", maka mungkin yang dimaksudkannya adalah titik dimana aku kembali ke asal atau kembali terefleksi, seperti bayangan cermin. Hanya butuh penyesuaian untuk mengenali dualitas ataukah multi "Aku" itu. Semoga saja demikian.
Kamis, 05 Juni 2008
dan sayangnya benar cinta
bahkan walau seringkali pikir membiasakan diri berkata tidak benar, hati berdetak yakin apa adanya.
sayangnya benar cinta,
Selasa, 03 Juni 2008
my artist God is Superhero
Tuhan itu seperti pahlawan hero kesayanganku, ultraman, yang selalu muncul dari balik awan-awan di bilur langit. Khayalanku bertambah dengan fantasi yang lebih berwarna ketika tahu Tuhan-nya Nenek bernama Buddha lain dengan Tuhan-nya Ibu yang bernama Jesus.Tarik menarik itu semakin bertambah ketika satu persatu agama kuurutkan dan tahu bahwa Tuhan dalam agama lainnya juga bernama lain. Dalam suara mesjid dekat rumahku Nenek berkata bahwa Tuhan disana disebut Allah (baca: Awwah.red). Melalui kalender berwarna merah dengan tulisan Nyepi, Aku tahu agama Hindu dengan 3 Tuhan bernama Trimurti : Syiwa, Brahma dan Wisnu.Akhirnya seperti barisan pahlawan hero power rangers kuurutkan Tuhan-Tuhan itu di luar langit. Buddha, Jesus, Allah, Syiwa dan kawan-kawannya menjejer dalam benak fantasiku semuanya dalam tampang biasa saja tetapi kutambahkan dengan bayangan-bayangan mistik kepunyaan mereka masing-masing.Bagaikan punya fans sendiri Aku pun membayangkan bahwa ketika Nenek membakar hio sambil mengucap doa itu berarti Nenek fans sama Buddha, begitu pun dengan Ibu yang ngefans sama Jesus dan orang-orang yang menyuarakan adzan yang ngefans sama Allah.Pikiran itu muncul ketika Aku dibawa Nenek ke Vihara ketika Hari Raya Waisak. Berjubel orang mengerumuni bangunan dengan patung seseorang yang duduk bersila yang disebut Nenek, Buddha. Tidak jauh berbeda dengan Ibu yang membawaku ke Gereja ketika Natal tiba dan mesjid dekat rumahku yang sesak padat oleh kerumunan orang.Transformasi imajinasi yang tinggi menyebabkan Aku berkhayal bahwasanya pada Hari Raya Waisak, seperti pada acara-acara kontes idol-idolan Buddha lah yang keluar jadi pemenangnya. Jesus, Allah dan Trimurti harus kalah saing kalau boleh sarkatis, gigit jari melihat Sang Pemenang. Berimbang di hari raya lainnya Tuhan yang lain lah yang menjadi The Winner dan begitu seterusnya.Beranjak dewasa fantasi-fantasi serupa kadang menyeruak di benak meski sebagai bahan lelucon saja. Ketika masalah sedang berlangsung dalam kehidupanku Tuhan-Tuhan tersebut muncul satu persatu untuk kudoakan berharap beroleh jalan. Keyakinan yang kupijak saat ini lebih menyerupai sebagai kewajiban untuk suatu prosedur formulir-formulir yang akan mengiringi hidupku.Tanpa perlu dikatakan objek pujaanku kadang seperti fantasi ku semasa kecil masih bergurat seperti wajah-wajah power rangers yang memecahkan masalah-masalahku. Dan seperti anggota-anggota keluargaku lainnya masalah kepercayaan ini akhirnya kusembunyikan sebagai bagian dari wilayah pribadi.Tak mengerti mengapa, kadang merasa lucu ketika orang-orang diluar sana berkoar-koar meributkan objek pujaannya. Membayangkan Tuhan seperti membayangkan sesosok artis dimana orang-orang menjadi fansnya dengan keyakinan menggebu-gebu. Sungguh tragis ketika Artis yang diasosiasikan dengan bermacam nama yang sesungguhnya satu sebutan Tuhan, dijadikan alat untuk membenarkan segala tindakan bernuansa anarkis dan separatis atau nuansa negatif lainnya.Dan sebagai bahan pembelajaran di kompleks keluargaku yang menganut agama multikompleks pula, laiknya asap hio yang membumbung tinggi dimesra udara, ibarat bunyi adzan kala subuh dan suara doa Ibu yang akhirnya berpeluk mesra pada udara yang sama dengan hio nenek, begitu pula lah akhirnya keyakinan satu dan mesra, damai dalam diam tanpa embel-embel saya dan kamu.Minggu, 01 Juni 2008
empty god
"Mengapa demikian?" tanyaku seketika. "Ketika Aku ataupun kamu menghormati, menghargai dan menunjukkan cinta kasih kepada orang-orang disekeliling, sesuatu yang tersentuh atau tergenggam, maka itu lebih nyata, realistis ketimbang menomorsatukan sesuatu yang tidak pernah Aku ataupun Kamu tahu keberadaannya. Melakukan hal-hal bertema positif terhadap sesuatu yang ada disekitar yang wujudnya ada, faktual lebih dan lebih, pada ujungnya menunjukkan bahwasanya kita dapat melakukan hal yang sama terhadap sesuatu yang kita tak pernah lihat atau genggam yang kita asosiasikan bersama dan diberi label 'Tuhan'." Ramai meributkan soal agama temanku yang laen berceloteh bahwasanya Tuhan bukan sesuatu untuk diperebutkan kebenarannya. Agama dan Tuhan kadangkala hanya dapat dijadikan penolong dan pencerah jiwa sesuatu yang disebutnya demikian "Buddha dalam hati, hati nurani". Akhirnya kembali terhadap insan individu ketika Tuhan dan Agama dibasiskan menjadi satu kebenaran yang nyata tak pernah Ada dan hanya terangkum seperti kata kawan-kawan saya Tuhan itu abstrak, tak terlihat, tak tergenggam juga tak bisa dibahasakan, kadang terasa khayal tapi terkadang nyata adanya, hati nurani. Dan untuk kalian semua kuposting artikel ini, Tuhan-Tuhan kecil dalam hidupku yang ketika kusatukan dari serakan pribadi masing-masing jua tak pernah utuh. Sekarang tak benar tahu ada tidaknya Tuhan dalam hidup tapi bukankah hidup itu proses dan sampai menutup mata Tuhan adalah proses PENCARIAN....