Senin, 16 Juni 2008

the world of study that i know

Miris.
Satu kata yang selalu disuarakan oleh pembaca berita di televisi atau diwartakan koran ataupun harian sangat mengena dan merangkum ironi dunia pendidikan saat ini.Sekonyong-konyong dalam waktu beberapa tahun ketika kita menoleh ke belakang dan melihat sejarah dunia pendidikan di negeri ini, Indonesia, bayang-bayang itu mengikat sejarah tersebut menjadikan bukan sebagai 'sesuatu yang telah lewat', melainkan 'keadaan berulang yang dilakoni'.

Lihat saja bagaimana ketika beberapa hari belakangan dunia pendidikan dikejutkan oleh berita bagaimana "seorang yang dikatakan terdidik" (dalam hal ini karena mengecap strata pendidikan) diwartakan telah melakukan tindakan anarkis.Berita yang dikoar-koarkan hari ini menyangkut sebuah geng basket putri di salah satu sekolah di Pati,Jawa Timur yang melakukan tindakan kekerasan.

Berbekal sebuah nama geng khasnya anak muda "NEROX" geng putri tersebut unjuk gigi mempertontonkan 'kehebatan'nya, dengan yah itu tadi falsafah baru yang tak layak ditiru "tanpa NEko-neko langsung ROyok."

Falsafah instan hasil terjemahan mereka itu turut membuat saya berimajinasi membandingkan dengan sebuah film cartoon yang baru saja diputar di bioskop-bioskop tanah air.Film bergenre humor dengan judul KUNGFU PANDA itu nyatanya lucu juga, terutama ketika Aku membayangkan bagaimana anggota-anggota geng NEROX akhirnya dijadikan sebagai pemeran-pemeran utamanya dimana hidup dan ekstentensi diri dibahasakan fight.

The New philosophy,eh?

Historitas bayang-bayang tersebut mungkin saja patron-patron kelabu produk masa lalu yang kembali dilakoni lagi, dan lagi.Kasus STPDN turut mengurai ceritera yang tidak jauh berbeda bagaimana sekolah dijadikan objek yang menjadi latar ketika 'layar diangkat dan disingkap' untuk dipertontonkan.

Melalui percakapan dengan seorang teman saya yang berprofesi sebagai seorang dosen muda Dia turut mengungkapkan berbagai permasalahan kompleks yang kronis, in serious condition di wilayah kampus tempatnya mengajar.Kualitas pendidikan tidak lagi dicorongkan sebagai murni khazanah ilmu tetapi lebih sebagai 'profesi yang menghasilkan'.

Seorang mahasiswa mengeluhkan bagaimana dosennya yang mengikuti kegiatan MLM turut berjualan dengan menyangkutpautkan pelajaran yang diajarkannya dengan jualannya.Berikut celotehan yang dilontarkannya kawan saya itu melalui chat ym :
"katanya ada tugas mau dikasih terus disuruh datang ke jalan apa gitu.Apa yg terjadi disana mereka disuruh dengar seminar MLM XXX ampe jam 12 malem, banyak mahasiswa yg nggak tahan lari pulang.Tahu apa yang dia buat?Absennya disilangin 2 kali.Ada yg memberanikan diri bertanya mau pulang terus dia bilang ini blum selese abis itu baru dia kasi tugas."

Bagian-bagian dari pengalaman pribadi saya selama masa-masa mengecap bangku pendidikan hampir sama baku-nya dengan pengalaman sebagian siswa/mahasiswa/i yang tunduk patuh menjadi budak dari nilai,angka yang terumus dalam ijazah ataupun laporan pendidikan lainnya.

Ironis ketika pendidik dan terdidik akhirnya menempatkan diri dan menandai wilayahnya masing-masing dengan cara yang berbeda.Dengan satu dan lain hal siswa menempatkan dirinya kadang sebagai pemberontak sedangkan pendidik sendiri berdiri dibawah bayang abu-abu yang takkan dapat disentuh.

Pemberontakan dalam menunjukkan jati diri, to fight akhirnya diterjemahkan salah oleh seseorang, sekelompok ataupun segelintir individu.Ambil contoh bagaimana mahasiswa/i kita mengecat dunia pendidikan kita dengan label DEMONSTRASI.Segala hal yang terjadi di negeri kita ini jujur saja tampak harus dipertanggung jawabkan lebih kepada mahasiswa/i daripada elite negara.

Fiuh,Miris dan itulah yang terjadi ketika dunia pendidikan kita akhirnya diwarnai oleh berbagai warna pada wajahnya menampilkan topeng-topeng yang sebagian besar termarjin dipenuhi kecacatan.

Dan pada akhirnya ketika aku bertanya apa saja syarat menjadi pendidik kepada kawanku yang dosen tadi berikut ini jawaban yang dicetuskannya : "kamu harus benar2 jujur, punya kemampuan untuk belajar dan mengajar....kerelaan untuk berbagi sama org ilmu yg kamu punya..bukan dgn cara2 rendahan."

Titik temu dari semua jawabannya tadi akhirnya merumuskan bagaimana obat yang kira-kira diperlukan oleh dunia pendidikan kita ini, Kejujuran dan Kerelaan yang bermuara pada kesimpulan Tulus Mencintai.

Hubungannya?

Ya.Dunia pendidikan kita butuh individu-individu yang punya ketulusan untuk mencintai ilmu sebagai sesuatu yang murni, tanpa motivasi apapun juga.Individu yang belajar mencintai ilmu seperti seorang anak kecil yang selalu dihantui rasa ingin tahu.Dan mungkin saja topeng ini akan dilakonkan dengan baik ketika seorang pendidik ataupun terdidik mulai berani berkata dengan polosnya Siapalah saya untuk menilai kamu?

Jujur mengakui dan tulus mencinta, eh?

2 komentar:

shirayuki mengatakan...

Menyingkapi dunia pendidikan di Indonesia yang semakin hari semakin rapuh, sudah tidak memiliki pondasi yg kuat, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari", itulah peribahasa yang sangat tepat untuk menggambarkannya. Apa yg dibuat oleh pendidik saat ini, suatu saat akan ditiru oleh anak-anak didiknya untuk diteruskan ke generasi berikutnya, berulang-ulang, hingga terciptalah suatu era dan peradaban yang sangat bobrok. Mau jadi apa dunia ini jika masih ada segelintir pendidik-pendidik palsu yang tidak diseleksi melalui proses-proses yang seharusnya untuk bisa disebut benar-benar "pendidik sejati berjiwa tulus"

Unknown mengatakan...

pendidikan saat ini emang dilema banget, mo ngajarin yang baik-baik eh malah anak muridnya yang engga bisa diajarin baik-baik...

malah ada yang berpikiran mesum ma anak didiknya...

huh...