Rabu, 25 Juni 2008

sebuah kelahiran bernama kebahagiaan

Dari jalan-jalan menyusuri kota di malam yang panjang, sangat panjang. Lewat pukul 11 ketika mobil melaju menerobos malam. Dua orang di dalamnya terlena sepi, sampai salah seorang membuyarkan keheningan.

"Bagaimana malam ini? Apakah kamu bahagia?" jari-jarinya merengsek masuk di jemariku yang memegang kemudi setir mobil. Hampir seketika tanganku yang lengket basah karena keringat melamunkan fantasi bagaimana garis-garis ditangan kami menyatu bercinta dengan mesra dan seluruh pelepasannya adalah orgasme keringat tadi.

Kutatap balik dirinya. Selusur matanya yang sipit makin menyipit menunggu jawabanku. "Yah, kenapa tidak?" balasku sambil semakin meremas jemarinya lebih erat. Lebih banyak keringat kali ini.Arrrrghh....

Sejenak diam dan jemariku tetap bercinta hangat, ketika tiba-tiba tangannya dilepaskannya. Diambilnya tisu di hadapnya dan disekanya jemarinya. "Apa itu bahagia?" serunya sambil sibuk memainkan tisu, memilinnya hingga tak berbentuk.

Senyap semakin merengsek masuk melalui kaca mobilku, kutatap balik dirinya dan Aku terhempas pada kenangan pertemuan pertama kami. Pertemuan kami hanya sebuah perkenalan singkat dengan bahasa kasar perjodohan, dimana orangtua kami menjadikan kami bidak-bidak catur permainan bernama Hidup. Tapi kali ini bukan hidup mereka, tetapi Hidup kami.

Dari sekadar pertukaran nomor handphone, berlanjut ke hal-hal kecil yang juga orang lain lakukan semasa pacaran, ke bioskop, makan malam, dll. Pertemuan singkat kami akhirnya menjadikan kami lebih intens berhubungan dan akhirnya perjalanan kami hanya sebuah perjalanan yang aku pikir berbahasa kesamaan tanpa ikatan atau kata "Apakah kamu cinta aku?" atau "Apakah kamu mau menjadi pacarku?" Label perjodohan pada akhirnya membuatku merasa memilikinya tanpa perlu mengutarakan kata-kata itu.

Dan diperbatasan hari, hampir tengah malam pertanyaannya serasa membuatku terhenyak dan kembali membatin, bertanya "Apakah Dia bahagia?"

Kubuka mulutku berpacu dengan udara malam yang serasa ingin membekap mulutku dan kukoarkan jawaban. "Bahagia itu hanya sekadar skenario dimana kita menjadi pemeran utamanya."

Tisu ditangannya berhenti memilin dan tanpa diduga matanya berkaca-kaca sampai akhirnya terbentuklah sungai-sungai kecil di alur pipinya. Dari jarak yang tak sampai 30 cm Aku tak berani memperkecil jarak tadi dengan merengkuhnya dalam pelukku, laiknya film bernuansa romantis.

Sesuatu menahanku melakukan itu. Mungkin tak bisa melakukan itu semua karna tahu jarak itu bukanlah jarak yang dapat kuseberangi hanya dengan melangkah meraihnya. Suasananya seketika sendu dengan hanya ditemani suara kecil tangismu, kediamanku dan lagu berbahasa chinesse dari Ado berjudul "Hurt" melantun.

“Why Do You Hurt me so long?" begitu bunyi liriknya mendengung ketika Aku menghentikan mobilku tepat di depan pagar rumahmu. Kita masih diam.

Kuputuskan dengan sedikit keberanian tentu saja, mencondongkan kepalaku dekatmu, menyentuhkan garis bibirku sedikit bercinta dengan bibirmu dalam waktu yang tak sampai 30 detik. Kemudian menjauhkan wajahku dan berkata "Kau Bebas."

Engkau melangkah keluar dari mobilku, memunggungiku dan kali ini lebih banyak Air mata lagi di garis matamu. Air mata kebahagiaan, mungkin?

Lewat tengah malam ketika roda mobilku kembali berputar mendarat menggilas aspal, menyatakan seberapa banyak waktu yang telah Kita lewati bersama. Tapi kali ini Aku bersendirian.

Udara dingin dan sepi diluar. Lagu “Home” milik Michael Buble kuputar sambil mendendangkan lirik-liriknya bersendirian, feeling the same way like Buble. Maybe surrounded by a million people, I still feel all alone, I just wanna go home. I miss you, you know. I feel like I’m living someone else’s life. Another aeroplane, another sunny place, I’m lucky I know, but I just wanna go home. Let me go home. I’m just too far from where you are. I wanna come home.

Go home dan melegakan. Seperti melakukan tradisi Fang shen dalam tradisi Buddhis, yang ada hanya tak memiliki tetapi bahagia.

Jemari tanganku menggengam erat bercinta dengan kemudi setir mobilku, tapi kali ini tak ada keringat, hanya air mata yang setetes mengaliri pelupuk mataku, kuseka dengan jemariku, dan tanganku kembali basah. Oooops...

1 komentar:

yuliaortka mengatakan...

huhuhu.........
lo cinta gak sie sebenarnya?

apa lo bahagia?



salam kenal yak!

ei, kapan-kapan baca lagi di blog gwe'
lo udah baca xg judulnx 'pmberian hujan' blom?